cover
Contact Name
I Putu Dedy Arjita
Contact Email
ipdedyarjita@unizar.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram Jalan Unizar No. 20 Turida, Sandubaya - Mataram NTB
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Jurnal Kedokteran: Media Informasi Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
ISSN : 24609749     EISSN : 26205890     DOI : 10.36679
Core Subject : Health, Science,
Jurnal Kedokteran diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram dengan frekuensi 2 (dua) kali setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember, sebagai media informasi dan komunikasi ilmiah dalam pengembangan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan.
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 5 No 1 (2019)" : 10 Documents clear
GENERAL ANASTESI FACE MASK (GA FM) PADA PASIEN COMBUTIO GRADE II A I Dewa Gede Oka Darsana
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.249 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.159

Abstract

Teknik general anestesi inhalasi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Pada pasien combutio yang dilakukan tindakan debridement yang singkat (0,5 jam – 1 jam) tanpa membuka rongga perut, keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II) dengan jenis operasi meliputi operasi kecil dan waktu pasien akan kembali sadar penuh dalam waktu 15 menit dan tidak sadar yang berlangsung diatas 15 menit dianggap prolonged. Tujuan dari laporan kasus ini adalah mendiskusikan penatalaksanaan anastesi dengan menggunakan Face Mask (Sungkup Muka). Face Mask dapat membantu mengubah kondisi pasien yang tidak bisa diventilasi menjadi bisa diventilasi. Pasien seorang anak laki-laki usia 3 tahun datang sadar ke RSU Bangli oleh orangtua pasien dengan keluhan nyeri pada luka bakar sejak 4 hari yang lalu. Pasien dibawa ke rumah sakit pada tanggal 26 juli 2019. Pasien memilikiDiagnosis pre operatif Combutio grade II A, dengan status operatif ASA I.
PROFIL PENYAKIT DIARE PADA BAYI YANG MENJALANI RAWAT INAP DI RSUD MATARAM TAHUN 2007 Dina Qurratu Ainin
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.160

Abstract

Latar belakang: Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar di antara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Berdasarkan hasil rekapitulasi tahun 2007, diare merupakan salah satu jenis penyakit terbanyak dari berbagai macam penyakit yang terjadi pada balita yang ada di RSUD Mataram. Tujuan penelitian: Mengidentifikasi sebaran seks/jenis kelamin bayi penderita diare; Mengidentifikasi sebaran usia bayi penderita diare; Mengidentikasi sebaran tipe/jenis diare yang terjadi pada bayi penderita diare; Mengidentifikasi sebaran jenis terapi yang diberikan pada bayi penderita diare; Mengidentifikasi proporsi pemakaian jenis antibiotik pada pasien penderita diare. Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian non eksperimental yang dirancang secara deskriptif, dengan data yang diambil dengan cara retrospektif. Bahan penelitian berupa data sekunder (catatan rekam medik) pasien yang menderita diare pada tahun 2007. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram, meliputi: sebaran jenis kelamin pasien, sebaran umur pasien, sebaran jenis diare, jenis terapi, prevalensi pemakaian jenis antibiotik. Hasil: Dari sebanyak 299 sampel bayi usia 0-1 tahun, jenis kelamin terbanyak yang menderita diare yaitu jenis kelamin laki-laki (59,9 %), usia diatas 28 hari-1 tahun adalah usia yang paling banyak menderita diare (95,7 %), jenis diare terbanyak adalah jenis diare ringan-sedang dengan frekuansi 192 kasus (84,6 %), sedangkan yang paling rendah yaitu 8 kasus (3,5 %) dengan jenis berat, jenis terapi utama yang diberikan adalah infus (91 %), oralit (69,5 %) dan antibiotik (71,6 %). Sedangkan untuk terapi dengan frekuesi yang rendah yaitu antidiare (4 %), antiinflamasi (29,4 %), depresan (6 %), antimuntah (9 %) dan oksigen (3,7 %), sedangkan untuk jenis antibiotik terbanyak yang digunakan berturut-turut yaitu Ampisilin dengan jumlah pasien yang diberi sebanyak 178 (59,5 %), Gentamisin sebanyak 51 (17,1 %), Kotrimoksazol sebanyak 26 (8,7 %), Kloramfenikol sebanyak 17 (5,7 %), Sefotaksim sebanyak 13 (4,3 %), Seftriakson sebanyak 7 (2,3 %), Amoksisilin 5 (1,7 %), dan yang terendah yaitu Metronidazol dengan jumlah pasien yang diberi hanya sebanyak 1 bayi saja (0,3 %).
TATALAKSANA ANESTESI DAN REANIMASI PADA OPERASI OTITIS MEDIA EFUSI Dewa Ayu Putu Diah D
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.2 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.165

Abstract

Operasi Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) adalah operasi yang paling umum dilakukan dan sangat sering membutuhkan ahli bedah dan anestesi untuk berbagi ruang kerja yang sama. Karenanya komunikasi antara kedua pihak sangat penting. (George, 2014) Prosedur telinga-hidung-tenggorokan (THT) merupakan prosedur yang unik dikarenakan antara anestesiologis dan operator berbagi jalan nafas. Pengelolaan anestesi pada pasien berpusat pada pengaturan jalan nafas. Kerjasama dan komunikasi antara operator dan anestesiologis menjadi lebih penting dibanding pembedahan pada wajah dan leher.( Donlon, 2000). Myringotomymerupakan tindakan pembedahan pada membrane timpani, untuk mengeluarkan tekanan berlebih didalam telinga tengah yang diakibatkan oleh supurasi cairan atau tekanan udara. (Dorland, 2006)
ELECTROCORTICOGRAPHY-BASED BRAIN COMPUTER INTERFACE FOR PEDIATRIC PATIENT: CHALLENGE ON THE HORIZON Abdi - Reza
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.671 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.117

Abstract

Electrocorticography-based brain computer interface has accepted recognition as modality connecting human brain to computer device for its signal recording excellence and stability. Implantation for medical purpose has welcomed this modality for bypassing existing nervous system and natural organ to create alternative solution towards previously-unsolved medical problems. Clinical trials have already initiated for Electrocorticography-based BCI implantation in adult. Therefore, bridging a direct brain to computer connectivity in pediatric patient should also become possible. However, several characteristics has made Electrocorticography-based BCI for pediatric patient more complex and should await for further technical solution rather than its adult counterparts. Penghubung otak-komputer berbasis elektrokortikografi telah diakui sebagai metode menghubungkan sinyal otak langsung ke komputer dengan kualitas dan stabilitas perekaman sinyal yang andal. Sinyal otak yang dihubungkan langsung ke komputer dapat memberikan pertolongan bagi pasien dengan kelumpuhan oleh berbagai sebab. Uji penerapan klinis dengan implantasi penghubung otak-komputer berbasis elektrokortikografi telah diujilaksanakan pada pasien dewasa (Vastenseel et al., 2016). Dimasa mendatang, kelompok pasien anak diharapkan dapat memperoleh manfaat dari terobosan teknologi kedokteran tersebut. Beberapa perbedaan karakteristik antara pasien dewasa dan anak membatasi kemungkinan implantasi jangka panjang pasien anak. Solusi bersama ilmu kedokteran dan teknik akan membuka kesempatan dimasa datang bagi implantasi elektroda pada anak.
RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) DALAM DETEKSI MALARIA (Literature Review) I Made Dwija Suarjana; Muhammad Nauval
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (43.36 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.167

Abstract

LATAR BELAKANG : Penyakit malaria merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria, suatu protozoa darah genus plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Tes diagnostik cepat untuk malaria berpotensi dapat digunakan di fasilitas ritel obat perifer swasta. Mereka sensitif dan dapat digunakan dengan pelatihan minimal. Di sektor publik formal, menggantikan ini untuk diagnosis klinis (non-tes) dalam pengaturan periferal tanpa akses ke laboratorium umumnya mengarah ke penargetan yang lebih baik. Surveilans epidemiologi terhadap penyakit dapat menentukan penilaian situasi suatu penyakit, di antaranya malaria. Pengamatan yang terus menerus atas distribusi dan kecenderungan penyakit malaria melalui pengumpulan data yang sistematis sangat diperlukan untuk penentuan penanggulangan yang terbaik dan tepat sasaran. METODE : Pada artikel ini digunakan 2 jurnal Randomize Controll Trial mengenai Uji Rapid Diagnostic Test (RDT) malari untuk mengetahui spseifitas dan sensitivitas dari uji diagnostic tersebut. Penilaian spesifitasdan sensitivitas kami lakukan secara manual menggunakan table tradisional 2x2. DISKUSI : penelitian uji diagnostic RDT jika dibandingakan dengan standart baku yaitu blood smear, menunjukkan sensitivitas dan spesifitas yang sangayt baik.
PENGARUH KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN C TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL - AZHAR TAHUN 2018 Sandiana Indrajat; Ety Retno Setiowati; Sabariah S
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.049 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.132

Abstract

Latar Belakang : Vitamin C adalah vitamin larut air, suplemen multivitamin antioksidan tinggi yang berfungsi melawan radikal bebas serta meregenerasi antioksidan lainnya. Tingginya radikal bebas berpengaruh terhadap fungsi endotel yang mengakibatkan terjadinya resistensi insulin dan berpengaruh terhadap jumlah glukosa darah. Tujuan : Mengetahui rerata kadar glukosa darah puasa, rerata kadar glukosa darah sewaktu setelah diberikan beban glukosa 75 g, glukosa darah sewaktu setelah pemberian konsumsi vitamin C dan mengetahui adanya pengaruh konsumsi suplemen vitamin C terhadap kadar glukosa darah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al - Azhar Mataram Tahun 2018. Metode Penelitian : Penelitian menggunakan metode pre-eksperimental dengan rancangan one grup pretest posttest design. Populasi adalah semua mahasiswa preklinik dengan sampel berjumlah 33 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan uji statistik uji-t berpasangan. Hasil : Rerata glukosa darah puasa 85,18 mg/dL, glukosa darah sewaktu setelah diberikan beban glukosa 75 g 143,76 mg/dL, dan glukosa darah sewaktu setelah konsumsi vitamin C 110,94 mg/dL. Hasil uji-t berpasangan diperoleh p-value = 0,000 (p- value ≤ α=0,01) dengan IK sebesar 19.210-46.426 mg/dL. Kesimpulan : Dari hasil uji t-berpasangan yang berarti terdapat pengaruh konsumsi suplement vitamin C terhadap kadar glukosa darah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram Tahun 2018.
DISTRIBUSI PENDERITA ABSES SUBMANDIBULA DI BAGIAN T.H.T.K.L RSUD BANGLI BALI PERIODE JANUARI 2016 SAMPAI DESEMBER 2018 I Gusti Ayu Oka Sri Utari
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.452 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.168

Abstract

Abses submandibula menempati urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam. Faktor predisposisinya adalah higiene orodental yang buruk, diabetes melitus serta adanya penyakit imunodefisiensi. Angka morbiditas dari komplikasi yang ditimbulkan akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga pengetahuan tentang faktor predisposisi serta diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi penderita abses submandibula di bagian T.H.T.K.L RSUD Bangli Bali dalam 3 tahun terakhir yaitu bulan Januari 2016 sampai Desember 2018. Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif dengan sampel adalah seluruh penderita abses submandibula di bagian T.H.T.K.L RSUD Bangli dalam 3 tahun terakhir yaitu pada bulan Januari 2016 sampai Desember 2018 yang memenuhi kriteria inklusi. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah penderita yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 28 orang dengan umur penderita rata-rata 42,32 tahun, laki-laki lebih banyak dari perempuan yaitu 60,71%, keluhan penderita terbanyak pembengkakan di bawah rahang dan nyeri yaitu 100% dan 92,86%, sebagian besar unilateral yaitu 96,43%, sumber infeksinya adalah sebanyak 100 % dari infeksi gigi, kuman terbanyak adalah Streptokokus viridians yaitu sebanyak 39,29%, sebanyak 85,71 % penderita sensitif terhadap antibiotik sefalotin dan meropenem, komplikasi didapatkan pada 2 pasien yaitu abses parotis dan lama perawatan pasien terbanyak adalah 5 hari yaitu 42,87%. Disimpulkan bahwa sumber infeksi penderita abses submandibula pada penelitian ini adalah dari infeksi gigi, kuman terbanyak adalah Streptokokus viridians, sebagian besar penderitasensitif terhadap antibiotik sefalotin dan meropenem, serta komplikasi yang didapatkan pada penderita adalah abses parotis.
ANALISIS PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN PUSKESMAS DENGAN METODE WORKLOAD INDICATORS OF STAFFING NEEDS (WISN) DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Ni Wayan Sri Wangi; Agusdin Agusdin; Siti Nurmayanti
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.455 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.134

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis perencanaan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) Puskesmas dengan menghitung beban kerja, kebutuhan jumlah dan kompetensi setiap unit dan kategori SDMK Puskesmas serta kebutuhan pengembangannya di Kabupaten Lombok Barat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif menggunakan metode Workload Indicators of Staffing Needs (WISN). Analisis data kualitatif menggunakan metode dari Miles dan Huberman melalui analisis kebutuhan organisasi, pekerjaan dan personal. Sampel Puskesmas dan informan penelitian dipilih dengan metode purposive sampling. Puskesmas Gunung Sari dan Meninting terpilih menjadi sampel penelitian. Seluruh SDMK Puskesmas yang berjumlah 168 orang dijadikan responden dan 10 orang diantaranya dipilih menjadi informan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, angket, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan 8 unit kerja dan 8 kategori tenaga di Puskesmas Gunung Sari serta 7 unit kerja dan 7 kategori tenaga di Puskesmas Meninting memiliki beban kerja tinggi (rasio WISN<1). Beban kerja rendah (rasio WISN>1) didapatkan pada 4 kategori tenaga di Puskesmas Gunung Sari serta 1 unit kerja dan 4 kategori tenaga di Puskesmas Meninting. Kebutuhan seluruh SDMK Puskesmas Gunung Sari sebanyak 114 orang, yang tersedia sebanyak 98 orang sehingga terdapat kekurangan 16 orang. Puskesmas Meninting membutuhkan 87 orang tenaga, yang tersedia 70 orang sehingga masih terdapat kekurangan 17 orang. Hasil analisis kebutuhan pengembangan SDMK menunjukkan kebutuhan peningkatan pendidikan Diploma III bagi perawat, pelatihan kegawatdaruratan dan penunjang diagnostik bagi dokter umum dan perawat. Pelatihan manajemen dibutuhkan oleh bendahara dan tenaga pengadaan barang dan jasa. Pelatihan administrasi pelayanan dibutuhkan oleh seluruh staf Puskesmas. Penelitian ini merekomendasikan Puskesmas untuk membuat perencanaan perekrutan, rotasi antar unit kerja dan pengembangan SDMK sesuai dengan hasil analisis WISN dan kebutuhan pengembangan SDMK Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.
BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK USIA 20 BULAN I Putu Suartawan
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.099 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.177

Abstract

Pneumonia adalah infeksi jaringan paru – paru (Alveoli) yang bersifat akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan para Influenza Virus. Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Sampai saat ini, penyakit pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia sebulan terakhir (period prevalence) mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1 % menjadi 2,7 % pada tahun 2013. Kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%. Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), yang melaporkan bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ketahun terus meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KOMPREHENSIF OSTEOARTRITIS Winangun Winangun
JURNAL KEDOKTERAN Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252 KB) | DOI: 10.36679/kedokteran.v5i1.140

Abstract

Rheumatic conditions are composed of arthritis and its allied connective tissue diseases. There arecurrently more than 100 discrete forms of arthritis recognized, the most common being osteoarthritis (OA). Osteoarthritis refers to a clinical syndrome of joint pain accompanied by varying degrees of functional limitation and reduced quality of life. It is the most common form of arthritis, and one of the leading causes of pain and disability world wide. The most commonly affected peripheral joints are the knees, hips and small hand joints. Arthritis and related conditions are the leading cause of disability in many countries worldwide. Arthritis and rheumatism, along with back problems, account for approximately one in every three cases of disability.Pain, reduced function and effects on a person's ability to carry out their day-to-day activities. Epidemiology Arthritis is often categorized by its distribution (monoarticular vs. polyarticular); its association with detectable autoantibody(seropositive vs. seronegative); or the degree of underlying inflammation involved (inflammatoryvs. noninflammatory. (The US Centers forDisease Control and Prevention (CDC) estimatesthat nearly 20% of American adults suffer from physician-diagnosed arthritis. Similar prevalen cerates of arthritis have been reported from other developed countries. With an aging population, the burden posed by arthritis and its allied health conditions is expected to grow, with more than 67million adults expected to have arthritis in the next 20 years. Pathofisiology Osteoarthritis is characterised pathologically by localised loss of cartilage, remodelling of adjacent bone and associated inflammation. A variety of traumas may trigger the need for a joint to repair itself. Osteoarthritis includes a slow but efficient repair process that often compensates for the initial trauma, resulting in a structurally altered but symptom-free joint. There is often a poor link between changes visible on an X-ray and symptoms of osteoarthritis: minimal changes can be associated with a lot of pain, or modest structural changes to joints can occur with minimal accompanying symptoms.Pain in itself is also a complex biopsychosocial issue, related in part to a person's expectations and self-efficacy. Holistic approach to osteoarthritis assessment and management Offer advice on the following core treatments to all people with clinical osteoarthritis. Access to appropriate information activity and exercise Interventions to achieve weight loss if the person is overweight.There are a number of management and treatment options (both pharmacological and non-pharmacological), which this guideline addresses and which represent effective interventions for controlling symptoms and improving function. Advise people with osteoarthritis to exercise as a core treatment irrespective of age, comorbidity, pain severity or disability. Exercise should include: Local muscle strengthening and general aerobic fitness. It has not been specified whether exercise should be provided will depend upon the person's individual needs,circumstances ,motivation, and the availability of local facilities Recent improvements in understanding of immunology and disease pathogenesis have led to seminal advances in the management of the rheumatic diseases. In the last decade alone, there have been at least seven biologic, seasemodifying, antirheumatic drugs (DMARDs)approved for the treatment of RA, with many of these agents also approved for the treatment of juvenile idiopathic arthritis (JIA), seronegative spondyloarthropathy, Guideline update was originally intended to include recommendations based on a review of new evidence about the use of paracetamol, etoricoxib and fixed-dose combinations of NSAIDs (non-steroidal anti-inflammatory drugs) plus gastroprotective agents in the management of osteoarthritis. Refer for consideration of joint surgery before there is prolonged and established functional limitation and severe pain . Oral analgesics Healthcare professionals should consider offering paracetamol for pain relief in addition to core treatments regular dosing may be required. Paracetamol and/or topical non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) should be considered ahead of oral NSAIDs, cyclo-oxygenase 2 (COX-2) inhibitors or opioids.. Although NSAIDs and COX-2 inhibitors may be regarded as a single drug class of 'NSAIDs', these recommendations use the two terms for clarity and because of the differences in side-effect profile. Where paracetamol or topical NSAIDs are ineffective for pain relief for people with osteoarthritis, then substitution with an oral NSAID/COX-2 inhibitor should be considered. Use oral NSAIDs/COX-2 inhibitors at the lowest effective dose for the shortest possible period of time. When offering treatment with an oral NSAID/COX-2 inhibitor, the first choice should be either a standard NSAID or a COX-2 inhibitor (other than etoricoxib 60 mg). In either case, co-prescribe with a proton pump inhibitor (PPI), choosing the one with the lowest acquisition cost. All oral NSAIDs/COX-2 inhibitors have analgesic effects of a similar magnitude but vary in their potential gastrointestinal, liver and cardio-renal toxicity; therefore, when choosing the agent and dose, take into account individual patient risk factors. Topical treatments Consider topical NSAIDs for pain relief in addition to core treatments for people with knee or hand osteoarthritis. Consider topical NSAIDs and/or paracetamol ahead of oral NSAIDs, COX-2 inhibitors or opioids. Topical capsaicin should be considered as an adjunct to core treatments for knee or hand osteoarthritis. Do not offer rubefacients for treating osteoarthritis Intra-articular injections Intra-articular corticosteroid injections should be considered as an adjunct to core treatments for the relief of moderate to severe pain in people with osteoarthritis. Do not offer intra-articular hyaluronan injections for the management of osteoarthritis Aids and devices Offer advice on appropriate footwear (including shock-absorbing properties) as part of core treatments people with lower limb osteoarthritis People with osteoarthritis who have biomechanical joint pain or instability should be considered for assessment for bracing/joint supports/insoles as an adjunct to their core treatments. Assistive devices (for example, walking sticks and tap turners) should be considered as adjuncts to core treatments for people with osteoarthritis who have specific problems with activities of daily living. Offer regular reviews to all people with symptomatic osteoarthritis. Reviews should include: monitoring the person's symptoms and the ongoing impact of the condition on their everyday activities and quality of life ,monitoring the long-term course of the condition ,discussing the person's, their personal preferences and their ability to access services,reviewing the effectiveness and tolerability of all treatments and support for self-management.

Page 1 of 1 | Total Record : 10